PENASARAN SAMA SISTEM SUBAK DI BALI.
- Humairoh Ayu
- Feb 8, 2021
- 2 min read
Updated: Jul 23, 2021
Where would I like to travel in the next 5 years?

Jawaban dari pertanyaan di atas telak ku jawab mantap, yaitu Bali.
Aku memulai untuk menulis kembali. Berharap tulisanku menjadi bukti bahwa aku sudah pernah menjalani kejadian ini. Memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengingat, mengajakku untuk berusaha merawat ingatan. Termasuk perihal jalan-jalan. Bagiku, hanya sesuatu yang bisa dilihat saja yang memiliki daya tahan ingat lebih lama. Berbeda dengan rasa. Selagi aku masih mengingatnya jelas, aku tuangkan saja dalam bentuk tulisan.
Mencoba mengingat kapan terakhir kali aku ke Bali, mungkin tepatnya 2014 lalu. Waktu yang sangat singkat. Memori tentang Bali sangat sedikit terekam dalam ingatanku. Aku hanya sering melihat di media sosial bagaimana Bali itu digambarkan. Bayanganku tentang Bali terbantu oleh postingan-postingan tersebut, seakan dalam hati berkata aku pasti bisa ke sana.
Dan pada akhirnya, momen itu datang.
Seakan semesta mengizinkan, aku tidak hanya datang ke Bali, tapi tinggal selama 33 hari lamanya. Aku, tidak hanya berlibur, tapi juga menghuni untuk beberapa hari di sana. Aku, tidak hanya menjadi orang asing, tapi juga menjadi bagian dari suatu keluarga. Dan aku, tidak hanya menjadi seorang minoritas, tapi juga bagian dari suatu budaya.
“Bali, bukan hanya sekedar destinasi, tapi juga tempat pulang dan kembali”.
Salah satu destinasi wisata yang aku kunjungi adalah Tegallalang Rice Terrace, di Gianyar Bali. Sawah dengan sistem pengairan kompleks yang disebut "Subak" menjadi daya tarik tersendiri saat aku mengunjungi kawasan ini. Hanya dengan membayar tiket masuk sebesar Rp10.000 saja, dari sudut mana pun destinasi ini dapat dinikmati sepuasnya.

Datang ketika musim pandemi menjadi pengalaman yang super duper berbeda. Tempat ini sepi banget. Bahkan saking sepinya nih, mau foto model gaya apa aja, bebas. Gak kawatir ganti-gantian sama orang lain. Keren kan view-nya, keren banget dong. Sebenarnya kalau berbicara mengenai sawah, aku gak asing buat main-main di tempat model begini. Secara rumah ku itu di desa dan udah sering rasanya aku nikmati pemandangan sawah. Tapi, yang kali ini sawahnya beda dan keren. Aku sempat penasaran sebelumnya, kenapa model sawah di sini kayak begini. Dan jawabannya berkaitan dengan satu konsep yang cukup terkenal dalam penggambarkan harmoninya suasana Bali.
Satu konsep yang sangat terkenal dari gambaran Bali adalah Konsep Tri Hitta Karana. Konsep ini adalah satu-satunya konsep yang cukup ku kenal selama ini. Konsep yang ku idolakan mencakup harmonisasi antara tiga hal, manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan sesama manusia. Salah satu contoh implementasi dari konsep tersebut adalah sistem irigasi persawahan di Bali ini. Atau biasa disebut Subak. Lalu bagaimana pengaruh konsep Tri Hitta Karana dengan sistem subak ini?
Secara garis besar, implementasi konsep Tri Hitta Karana itu berlangsung dalam penerapan sistem subak. Dimulai dari hubungan manusia dengan Tuhan. Contohnya adalah selalu ada pura dan kegiatan ritual di dalam satu subak. Kemudian hubungan manusia dengan alam yang dicontohkan dengan pemeliharaan saluran irigasi dan beberapa sarana dan prasarana yang diperlukan, pelestarian lingkungan alam, penyangga ketahanan pangan dan lain sebagainya. Dan yang terakhir hubungan manusia dengan sesama manusia terlihat dari organisasi yang ada dalam pelestarian sistem subak.
Nah, itu sekilas gambaran mengenai sistem subak di Bali. Dimana tidak hanya pemandangan saja yang bisa kita nikmati, tapi juga harmonisasi yang melahirkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi warga sekitar. Jadi, kalau ke Bali jangan lupa mampir ke sini ya.
Comments